Rabu, 23 Desember 2015

Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropis

Di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah, dan merupakan jenis-jenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan. Misalnya, hutan hujan (rain forest) di Way kambas (Lampung) didominasi oleh jenis-jenis Shorea leprosula dan S. Ovalis. Kedua jenis ini bukan hanya terdapat pada stratum A (teratas) tetapi volume kayunyapun terbesar (Soerianegara, 1967) Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropis adalah sewbagai berikut :

• Stratum A

Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 meter up. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai (seedling) hingga sapihan (sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.

• Stratum B

Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20 – 30 m, tajuknya pada umumnya kontinyu, batang pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak begitu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).

• Stratum C

Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4 – 20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak cabang. Di hutan Way Kambas (Soerianegara, 1967) stratum A yang tingginya 30 m ke atas antara lain terdiri dari jenis pohon Shorea ovalis, S. Leprosula, Dipterocarpus gracilis, Canarium littorale, C.denticulatum, Horsfieldia glabra dan Albizia lebbeckioides. Stratum B (15 – 30 m) diisi oleh jenis-jenis Glochidion borneense, Tricalysia sp., Eugenia spp., Gluta renghas, Toona sureni, Irvingia malayana dan Terminalia citrina. Stratum C ( 5 -15 m) terdiri dari jenis-jenis Mallotus subpeltattus, Eurycoma longifolia, Baccaurea racemosa dan Antidesma spp. Batas-batas tinggi stratifikasi pohon itu akan berbeda pada keadaan tempat tumbuh dan komposisi hutan yang berlainan. Richards (1952) yang telah menyelidiki hutan-hutan hujan di Guyana, Nigeria dan Kalimantan Utara, menyatakan bahwa dalam hutan campuran (mixed rain forest) tinggi rata-rata stratum A dapat bervariasi antara 30 – 42 m, stratum B antara 18 – 27 m, dan stratum C antara 8 – 14 m. Antara stratum A dan B perbedaannya jelas karena terdapat diskontinyu tajuk yang vertikal, tetapi antara stratum B dan C biasanya kurang jelas, hanya dapat dibedakan berdasarkan tinggi dan bentuk pohon *) Di samping ketiga strata pohon itu terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh-tumbuhan penutup tanah, yaitu :

• Stratum D

 Lapisan perdu dan semak, tingginya 1 – 4 meter • Stratum E Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tinggi 0 – 1 meter. Tidak semua hutan memiliki ketiga strata pohon tersebut di atas. Jadi ada hutan-hutan yang memiliki strata A – B atau A – C saja. Yang penting pula ialah peranan liana (tumbuhan memanjat) berkayu yang dapat merupakan bagian dari tajuik hutan. *) Karena pohon-pohon dari lapisan A tumbuh menjulang tinggi dari tajuk hutan seringkali disebut emergents. Sedangkan lapisan B yang merupakan tajuk yang paling tebal seringkali disebut tajuk hutan utama (main canopy atau main storey)

Jumat, 18 Desember 2015

Formasi Ekosistem Hutan



Nama               :           Yonatan T.L. Tainaes
NIM                 :           1404040051
Tugas               :           Ekologi Hutan

Formasi Ekosistem Hutan
Formasi ekosistem hutan merupakan tipe atau bentuk susunan ekosistem hutan yang terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan.  Adanya pengelompokan formasi hutan didasari oleh paham tentang klimaks, yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses suksesi.  Paham klimaks berkaitan dengan adaptasi tetumbuhan secara keseluruhan mencakup segi fisiologis, morfologis, syarat pertumbuhan, dan bentuk tumbuhnya, sehingga kondisi ekstrem dari pengaruh iklim dan tanah akan menyebabkan efek adaptasi pohon serta tetumbuhan lainnya menjadi nyata (Arief, 1994).  Hal tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk susunan ekosistem hutan (formasi hutan).
Berdasarkan atas faktor lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap bentuk susunan komunitas atau ekosistem hutan, maka ekosistem hutan dikelompokkan ke dalam dua formasi, yaitu formasi klimatis dan formasi edafis (Santoso, 1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Arief (1994), formasi klimatis disebut juga formasi klimaks iklim, sedangkan formasi edafis disebut juga formasi klimaks edafis.
Pengertian dari masing-masing formasi adalah sebagai berikut.
1.      Formasi klimatis adalah formasi hutan yang dalam pemben¬tukannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, misalnya temperatur, kelembapan udara, intensitas cahaya, dan angin.  Ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis, yaitu;
A.  Hutan hujan tropis: Hutan hujan tropis merujuk pada tipe hutan di kawasan tropis yang selalu diguyur hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan kawasan ini cukup tinggi, lebih dari 1200 mm per tahun. Hutan hujan tropis memiliki musim kering yang pendek, bahkan di beberapa tempat hampir tidak pernah mengalami musim kering. Mungkin karena hal tersebut, tipe hutan ini sering disebut hutan everwet (selalu basah) atau evergreen (selalu hijau).
Ciri-ciri hutan hujan tropis:
·            Tipe pohon
Hutan hujan tropis ditumbuhi beragam jenis pohon yang membentuk lapisan tajuk. Secara umum terdapat pohon bertajuk tinggi yang membentuk kanopi menaungi tanaman lainnya, kemudian pohon menengah seperti tanaman merambat dan perdu, dan terakhir tanaman permukaan tanah seperti rumput dan lumut. Pohon-pohon di hutan hujan tropis kebanyakan berdaun lebar, bercabang banyak, dan rimbun. Dengan bentuk daun seperti itu, tingkat penguapan cukup tinggi, sehingga kawasan hutan selalu lembab. Di hutan hujan tropis tidak ada jenis pohon tertentu yang mendominasi kawasan. Semua berbagi tempat dalam ekosistem dengan jumlah yang sedikit-sedikit tapi keragamannya tinggi.
·            Curah hujan
Di sebut hutan hujan karena selalu hujan sepanjang tahun. Bahkan pada tingkat yang paling ekstrem bisa mencapai 10.000 mm per tahun! Kondisi ini ditemukan di Nugini dan bagian Barat Kolombia. Secara rata-rata, hutan hujan tropis di kawasan Asia Tenggara menerima curah hujan sekitar 3000 mm per tahun. Lebih besar dibanding hutan di Basin Amazon yang mendapat curah hujan 2000-3000 mm per tahun. Hutan hujan tropis di Afrika Tengah merupakan yang terkering dengan curah hujan 1500-2000 mm per tahun.
·           Temperatur
Hutan hujan tropis memiliki suhu yang stabil, suhunya berada pada kisaran 20-34°C. Di semenanjung Malaysia suhu rata-rata tahunan berkisar 25-26°C dengan fluktuasi hari terpanas dan terdingin tak lebih 8-9°C. Sedangkan fluktuasi suhu rata-rata bulanan hanya berkisar 2°C. Dalam klasifikasi iklim Koppen, hutan hujan tropis disebutkan memiliki suhu rata-rata di atas 18°C.
·           Sinar matahari
Hutan hujan tropis terletak di lintang 5-10° ke Utara dan Selatan garis Khatulistiwa. Oleh karena itu, wilayah ini mendapatkan penyinaran matahari secara penuh sepanjang tahun. Penyinaran matahari hanya terganggu bila cuaca sedang mendung dan berawan.
B.  Hutan Musim: hutan musim adalah suatu bioma berupa hutan yang biasa ditemukan di wilayah tropika dan subtropika atau iklim monsoon (kemarau dan hujan) dengan macam tumbuhan sejenis. Wilayah-wilayah ini memiliki iklim hangat sepanjang tahun, tapi mengalami musim kering (kemarau) yang tak kalah panjangnya selama beberapa bulan. Hutan Musim termasuk dalam hutan homogen, karena hanya memiliki satu jenis pohon yang mendominasi. Hutan jenis ini banyak terdapat di wilayah asia dan afrika tengah. Hutan ini juga disebut musiman atau ada pula yang menyebut dengan hutan luruh daun, karena pada musim kering yang panjang banyak tumbuhan terpaksa menggugurkan daun-daunnya.
Ciri-ciri hutan musim:
·      Tumbuhan yang dapat hidup dalam hutan musim, umumnya adalah tumbuhan tropofit, yaitu tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan musim hujan dan musim kemarau dan tahan terhadap kekeringan.
·      Pada musim hujan daun tumbuhan akan sangat lebat, namun pada musim kemarau hampir seluruh daunnya rontok.
·      Tumbuhan yang ada didalamnya akan membentuk formasi musiman, seperti pada musim kemarau daun meranggas untuk mengurangi penguapan.
·      Nama untuk hutan ini biasanya di ambil dari nama jenis pohon yang mendominasi, misalnya hutan jati, karena yang mendominasi didalamnya adalah pohon jati.
C.  Hutan sabana: hutan sabana adalah padang rumput yang kering dan ditumbuhi semak-semak  belukar dan juga ditumbuhi pepohonan.
Ciri-ciri hutan sabana:
·      Bersuhu panas sepanjang tahun.
·       Hujan terjadi secara musiman, dan menjadi faktor penting bagi terbentuknya sabana.
·      Sabana berubah menjadi semak belukar apabila terbentuk mengarah ke daerahyang intensitas hujannya makin rendah.
·      Sabana akan berubah menjadi hutan basah apabila mengarah ke daerah yangintensitas hujannya makin tinggi.
D.  Hutan tropis:  Hutan tropis adalah hutan alam yang terletak di antara garis 23°27" Lintang Utara dan 23°27" Lintang Selatan, berada pada daerah iklim tropis. Hutan Tropis terdapat di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Luas dari daerah tropis mencakup 30 persen dari keseluruhan wilayah di permukaan bumi.  Di daerah hutan tropis hanya terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan curah hujan yang tinggi.



E.   Hutan temperate (hutan 4 musim):  Hutan temperate berada di kawasan Eropa yang memiliki empat musim yakni panas, gugur, dingin (salju), dan semi. Hutan di kawasan itu tak rimbun, daunnya tak selalu hijau. Semak belukar dan rumput juga jarang. Jadi hutan temperate mirip deretan pohon semata, tanpa semak dan rumput.  Pohon di hutan temperate tak tumbuh sepanjang tahun. Pada musim semi dan panas, mereka berkesempatan menggemukkan badan. Namun memasuki musim gugur dan salju, mau tak mau pohon-pohon itu harus “istirahat”. Jadi pertumbuhannya tak secepat hutan tropis.
Ciri-ciri hutan temperate:
·      beriklim sedang yg memiliki 4 musim
·      secara astronomis diantara 23,5 -66,5 LU maupun LS.
·      berisi tumbuhan yang daunnya gugur (meranggas) pada musim tertentu.
F.   Hutan konifer (bioma taiga):  Bioma Taiga adalah suatu hutan yang didalamnya hanya terdapat satu spesies pohon yang sejenis seerti konifer atau pinus dan sejenisnya. Keberadaan taiga dapat dilihat terutama di kawasan belahan bumi bagian utara seperti Rusia, Siberia Utara, dan Kanada Tengah dan Utara. Pertumbuhan taiga pada musim panas berlangsung selama 3 sampai 6 bulan.
Ciri – ciri Bioma Taiga:
·      suhu yang mencapai 0°F di musim dingin dan mencapai 90°F atau lebih pada musim panas.
·      Musim dingin berlangsung sangat panjang dan daerah ini sangat basah karena penguapannya rendah.
·      Taiga juga terdapat di daerah yang beriklim sedang dengan curah hujan mencapai 35 – 40 cm setiap tahun.
·      Bila musim dingin datang, tanah yang ada akan berubah menjadi es dan mencapai 2m dibawah permukaan tanah.
·      Taiga sendiri memiliki tanah yang asam.
·      Tumbuhan yang ada di Taiga ini selalu berwarna hijau sepanjang tahun.
G.  Hutan pegunungan:  hutan pegunungan adalah  Hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah pegunungan pada ketinggian antara 1200 s/d 3350 meter di atas permukaan laut.


2.      Formasi edafis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, misalnya sifat-sifat fisika, sifat kimia, dan sifat biologi tanah, serta kelembapan tanah. Ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi edafis, yaitu;
A.  Hutan Rawa:  Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar. Secara periodik daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa.  Selain itu Hutan rawa juga biasanya terdapat di belakang hutan payau atau mangrove.
Ciri-ciri hutan rawa:
·      tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar.
·      tidak dipengaruhi iklim.
·      umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial dan aerasinya buruk.
·      Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
B.  Hutan pantai:  Hutan pantai adalah hutan yang terletak di sepanjang pinggir pantai dan tidak terpengaruh oleh keadaan iklim.
Ciri-ciri hutan pantai:
·      Daerah daratan (umumnya merupakan rawa) yang berbatasan dengan laut.
·      vegetasi hutan pantai mmpunyai sifat-sifat khusus, diantaranya; menjalar dengan geragih yang panjang sampai ± 40 m, berakar besar dan panjang, akarnya biasa disebut akar tunjang (akar hawa) mempunyai sifat geotropisma – (negatif).
C.  Hutan mangrove:  Hutan mangrove adalah ekosistem dengan ciri khusus di mana lantai hutannya tergenang oleh air yang tinggi permukaannya  dipengaruhi oleh pasang dan surutnya air laut. Ekosistem mangrove masuk dalam lingkup ekosistem pantai karena ia terletak pada kawasan perbatasan antara ekosistem air laut dan ekositem darat.  Ekosistem mangrove atau Hutan mangrove adalah ekosistem hutan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman mangrove. Daerah dalam hutan mangrove akan tergenang saat pantai sedang pasang, dan akan bebas dari genangan saat laut surut.
Ciri-Ciri Hutan Mangrove:
·      Tanah hutan mangrove tergenang secara berkala.
·      Ekosistem mangrove juga mendapat aliran air tawar dari daratan.
·      Terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut laut.
·      Air di wilayah hutan mangrove berasa payau.

Rabu, 16 Desember 2015

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN - ANALISIS VEGETASI



LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN
ANALISIS VEGETASI

OLEH:
YONATAN T.L. TAINAES
NIM:1404040051


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenan-Nya laporan pelaksanaan praktikum analisis vegetasi dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kerapatan, frekuensi dan dominansi vegetasi yang terdapat di samping fakultas sains dan teknik (FST).
Laporan kegiatan praktikum ini semoga dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.  Akhir kata, penulis khaturkan ucapan terima kasih atas kesediaan dari berbagai pihak yang sedianya telah membantu menyelesaikan laporan ini karena tanpa bantuan pihak lain penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan laporan ini ini dengan baik.

Kupang,   Desember  2015

Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................
          LATAR BELAKANG.......................................................................................
          RUMUSAN MASALAH....................................................................................
          TUJUAN..............................................................................................................
BAB II
          LANDASAN TEORI..........................................................................................
BAB III
          METODE PRAKTIKUM..................................................................................
          ALAT DAN BAHAN.........................................................................................
          WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM.......................................................
          PROSEDUR KERJA.........................................................................................
BAB IV
          HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................
          HASIL.......................................................................................................................
          PEMBAHASAN..................................................................................................
BAB V
          PENUTUP...........................................................................................................
          KESIMPULAN...................................................................................................
          LAMPIRAN GAMBAR....................................................................................
HERBARIUM..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

















BAB I
PENDAHULUAN
1.1               Latar Belakang
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu  metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
       Untuk kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan tiga macam parameter kuantitatif antara lain , densitas , frekuensi, dan dominansi ( Gopal dan Bardwaj). Sedangkan untuk keperluan deskripsi vegetasi tersebut ada tiga macam parameter kuantitatif yang penting yaitu densitas, frekuensi dan kelindungan. Kelindungan yang dimaksud adalah parameter dominansi (Kusmana, 1997).
       Dalam penelitian ekologi hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tetumbuhan yang dominan dalam komunitass dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting ( Kusmana, 1997).

1.2              Rumusan Masalah
a.        Apa yang di maksud dengan Analisis Vegetasi?
b.      Bagaimana cara menghitung kerapatan spesies?
c.       Bagaimana cara menghitung frekuensi?

1.3              Tujuan
a.       Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu Analisis Vegetasi
b.      Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung kerapatan
c.       Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung frekuensi















BAB II
LANDASAN TEORI
Hutan dan kesatuan dalam hutan dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok menurut banyak cara:  asal, umur, komposisi, tegakan, struktur, distribusi kelas umur, dan rotasi kerja tegakan.Komposisi hutan dapat diklasifikasikan berdasarkan atas adanya jenis murni atau campuran.
Hutan menurut UU 41 tahun 1999 adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya hayati yang didominasi oleh pepohonan dan kesatuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan juga merupakan salah satu asset yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi, satwa  hidup, pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai sumber daya lainnya  yang bisa  kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai harganya  bagi manusia.  Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat  tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak  langsung  seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi. Keberadaan hutan, dalam hal  ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi endahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan  di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan  menjadi  media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan  faktor - faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Arief (1994) analisis vegetasi ditentukan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan dan data yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menyusun komposisi jenis dan struktur tumbuhan.
       Metode pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode petak( plot) , metode jalur, ataupun metode kuadran (soegianto,1994).
      Metode petak dibagi dua yaitu metode petak tunggal dan petak ganda. Petak tunggal hanya dibuat satu petak contoh dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas tumbuhan. Petak ganda adalah pengambilan petak contoh vegetasi dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yang dipelajari, dan peletakan petakan contoh sebaiknya secara sistematis. Ukuran tiap contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya.  Ukuran petak untuk pohon dewassa adalah 20x20 m , fase tiang 10x10m , fase pancang 5x5m , dan fase semai serta tumbuhan bawah menggunakan petak contoh berukuran 1x1 m atau 2x2 m ( Kusmana,1997).
        Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah , topografi, dan elevasi. Jalur- jalur topografi dibuat memotong garis kontur dan sejajar satu dengan yang lainnya( Soerianegara dan indrawan, 1982).
        Metode kuadran umumnya digunakan untuk pengambilan contoh vegetassi tumbuhan jika hanya vegetassi fase pohon yang menjadi objek kajiannya. Metode ini mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan dipergunakan untuk mengetahui komposisi jenis , tingkat dominansi, dan menaksir volume pohon. Syarat penetapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan diteliti harus di acak. Dengan kata lain , bahwa metode ini kurang tepat dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok atau seragam ( Kusmana, 1997).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1              Alat dan Bahan
·         Tali ukur
·         Pita Roll
·         Alat tulis (buku dan ballpoint)
·         Kamera
·         vegetasi

3.2              Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Sabtu 28 November 2015
Waktu                         : Pukul 08.00 – selesai
Lokasi                         : Samping Fakultas Sains Dan Teknik (FST)

3.3              Prosedur Kerja
1.      Membuat 4 plot pengukuran yang terdiri dari : pohon (20x20), tiang (10x10), pancang (5x5), dan semai (2x2).
2.      Mengukur diameter, tinggi total (TT), dan tinggi bebas cabang (TBC) dari pohon, tiang, pancang dan semai.
3.      Mencatat hasil pengamatan pada facy sheet.








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, maka di peroleh hasil yang dapat terlihat dalam tabel berikut :
1.    Kategori pohon (Plot 20x20 meter)
No
Nama spesies
Jumlah
Diameter
(cm)
Tinggi
Total (TT)
(m)
1.
Johar
9
(26), (41,1), (39,2), (25,5), (16,6), (30,9), (38,2), (30,9), (25,5).
15, 7, 15, 10, 10, 10, 15, 15, 15.
2.
Mahoni
31
(7,6), (15,6), (22,9),(8,3), (11,2), (13,4), (9,6), (11,5), (11,2), (8,9), (17,8), (10,5), (15,9), (14,3), (9,5), (12,1), (7,3), (10,8), (7,9), (12,1), (10,15), (11,2), (9,5), (13,4), (13,4), (10,15), (12,1), (12,1), (14,1), (9,5), (12,1).
7, 11, 14, 8, 19, 8, 8, 9, 8, 10, 8, 12, 12, 8, 10, 6, 10, 8, 7, 8, 8, 7, 10, 9, 9, 9, 10, 10, 7, 9, 8.
3.
Angsana
3
(10,8), (10,15), (14,7).
11, 4, 14.
4.
Tapak Kuda
1
(22,6).
9
5
Flamboyan
2
(42,4), (33,9).

15, 15.

2.    Kategori Tiang (Plot10x10 meter)
No
Nama Spesies
Jumlah
Diameter
(cm)
Tinggi Total(TT)
(M)

1.
Mahoni
2
(4,5), (3,8)
(2,5), (2)
2.
Lamtoro
1
(2,2)
(2,5)
3.
Pulai
2
(5,7), (3,8)
(4), (2)
4.
Flamboyan
1
(2,6)
(2)

3.    Kategori Pancang (Plot5x5 Meter)
No
Nama Spesies
Jumlah
Diameter
(cm)
Tinggi Total (TT)
(M)
1.
Lamtoro
2
(1,3), (1,3)
(4),(4)

4.    Kategori Semai ukuran plot (2x2)
No
Nama spesies
Jumlah spesies
Diameter
(cm)
Tinggi Total (TT)
(M)
1.
Lamtoro
2
-
(40cm), (10cm)

Dari tabel tersebut, dapat ditentukan kerapatan jenis, frekuensi, dan dominansi sebagai parameter yang diukur dalam Analisis Vegetasi.
a.    Karapatan Jenis
1.      Johar =  = 0,0283

2.      Mahoni =  =0,083

3.      Angsana =  = 7,5x 10 -3

4.      Tapak kuda =  = 2,5 x 10-3


5.      Flamboyan =  = 7,5 x 10-3

6.      Lamtoro =  = 0,01

7.      Pulai =  = 5 x 10-3

b.      Frekuensi      

1.      Johar  =   = 0,25
2.      Mahoni =  = 0,5

3.      Angsana =  = 0,25

4.      Tapak kuda =  = 0,25

5.      Flamboyan =  = 0,5

6.      Lamtoro =  = 0,75

c.       Dominansi
1.      Johar =  =  = 0,01

2.      Mahoni =  =  = 1

3.      Angsana =  =  = 0,06

4.      Tapak kuda =  =  = 2,5 x 10-3

5.      Flamboyan =  =  = 7,5 x 10-3

6.      Lamtoro =  =  = 0.04

7.      Pulai =  =  = 0,03


4.2              PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan yang telah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan luas petak minimum yang dapat mewakili tipe komunitas yang sedang dianalisis dan diperoleh data dari setiap daerah yang diplot berbeda-beda jenis ataupun jenis spesiesnya. Pengamatan ini dilakukan di kawasan samping Fakultas Sains  dan Teknik (FST) Undana. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan membuat plot/ petak contoh dari ukuran terkecil sampai plot terbesar. Plot-plot yang dibuat dengan ukuran yang berbeda-beda diantaranya plot ( 2x2 meter ) untuk tingkat semai, (5x5 meter) untuk tingkat panacang, (10x10 meter) untuk tingkat tiang, dan (20x20 meter) untuk tingkat pohon.
Pada plot yang pertama dengan ukuran (2x2 meter) untuk fase semai, ditemukan 1 spesies baru yakni anakan lamtoro (Nama latin) yang dalam masa pertumbuhan. Ukuran plot diperbesar lagi menjadi ukuran (5x5 meter) untuk fase pancang ditemukan hanya satu spesies yang sama yaitu lamtoro (Nama latin). Kemudian plot tersebut diperbesar lagi 2x dari plot sebelumnya menjadi ukuran (10x10 meter) untuk fase tiang. Dan dari plot tersebut ditemukan 4 spesies untuk kategori tiang yaitu mahoni (Nama latin), lamtoro (Nama latin), pulai (Nama latin), dan flamboyan (Nama latin). Ukuran diperbesar lagi menjadi (20x20 meter) dan ternyata diperoleh 5 spesies untuk kategori pohon yang spesiesnya sama seperti pada plot ukuran (10x10 meter), hanya terdapat penambahan 1 spesies baru yaitu tapak kuda (Nama latin). Pembuatan plot terhenti pada ukuran (20x20 meter) saja karena tidak ditemukan spesies baru lagi.
Pembuatan kurva spesies yang bertujuan untuk mengetahui luasan petak minimum yang akan mewakili yang terdapat pada suatu petak yang diplot. Makin banyak jenis yang terdapat dalam pada area tersebut, maka makin luas kurvanya.
Berdasarkan hasil pengamatan berupa data kurva dan juga tabel dengan berbagai parameter yang digunakan dapat diketahui bahwa luas petak contoh mempunyai hubunganerat dengan keanekaragaman spesies. Semakin beragam spesies maka semakin luas pula petak yang diukur. Dari data tersebut diketahui juga bahwa spesies yang paling dominan pada kawasan itu adalah spesies Mahoni (Nama latin) sehingga kawasan tersebut bisa dikatakan sebagai tegakan Mahoni.
Keanekaragaman yang tidak terlalu besar dari satu plot ke plot yang lain disebabkan karena faktor tanah dan iklimyang kurang baik sehingga pertumbuhannya pun kurang baik.














BAB V
PENUTUP
5.1         Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.
2.      Cara menghitung kerapatan spesies dapat menggunakan rumus:
3.      Cara menghitung frekuensi spesies dapat menggunakan rumus :










LAMPIRAN GAMBAR













HERBARIUM


a. Morfologi
            Pohon tinggi 2-20 m dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50cm. Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda; percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat.  Daun menyirip genap, 10 - 35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5 - 3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu meruncing kecil, 1 mm, mudah rontok. Anak daun 4 - 16 pasang, agak menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3 - 8 cm × 1 - 2,5 cm, panjang 2 - 4 × lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah. Bunga terkumpul dalam malai di ujung ranting, panjang 15—60 cm, berisi 10—60 kuntum yang terbagi lagi ke dalam beberapa tangkai (cabang) malai rata. Kelopak 5 buah, oval membundar, 4—9 mm, tebal dan berambut halus. Mahkota bunga berwarna kuning cerah, 5 helai, gundul, bundar telur terbalik, bendera dengan kuku sepanjang 1—2 mm. Benangsari 10, yang terpanjang lk. 1 cm; kurang lebih sama panjang dengan bakal buah dan tangkai putiknya.

b. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dycotiledonae
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Cassea
Species : Cassea siamea

c. Ekologi
            Asal-usul johar adalah dari Asia Selatan dan Tenggara. Tumbuhan ini telah dibudidayakan begitu lama, sehingga tanah asalnya yang pasti tidak lagi diketahui. DiIndonesia, johar diketahui tumbuh alami di Sumatra. Johar dapat tumbuh baik pada pelbagai kondisi tempat; akan tetapi paling cocok pada dataran rendah tropikadengan iklim muson, dengan curah hujan antara 500—2800 mm (optimum sekitar 1000 mm) pertahun, dan temperatur yang berkisar antara 20—31 °C. Johar menyukai tanah-tanah yang dalam, sarang, dan subur, dengan pH antara 5,5—7,5. Tanaman ini tidak tahan dingin dan pembekuan, tidak bagus tumbuhnya di atas elevasi1300 m dpl.

d. Nilai Medis
            Tanaman johar sangat dikenal dari Zaman nenek moyang dulu untuk mengobati berbagai macam penyakit diantara nya penyakit malaria.Kekayaan hayati yang sudah dimanfaatkan nenek moyang kita sejak ratusan tahun lalu, sampai kini masih potensial dikembangkan. Salah satunya adalah tanaman johar (Cassia siamea Lamk), yang telah digunakan secara empirik tradisional untuk mengobati malaria. Pengobatan malaria menjadi penting, karena saat ini berbagai upaya untuk mengatasi malaria masih belum memuaskan. Penggunaan johar untuk atasi malaria sudah dilakukan masyarakat Jawa. Sedang di Aceh johar dikenal sebagai obat tradisional untuk penyakit kuning atau hepatitis. Alternatif pengobatan malaria diperlukan, karena resistensi parasit malaria terhadap beberapa obat modern banyak terjadi. Misal klorokuin di hampir semua provinsi di Indonesia. Daerah endemik malaria pun makin meluas. Perusakan lingkungan yang makin tak terkendali, membuat pemberantasan penyakit maupun vektornya makin berat. Kebiasaan  menggunakan johar kemudian diteliti, untuk menjawab cara kerjanya dalam mengatasi malaria.

DAFTAR PUSTAKA

Soerianegara, I. Dan Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutana, IPB.

Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979.Elements of ecology. Departement of Botany. Rajastan Univercity Jaipur, India.

Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Bogor : Jurusan manajemen hutan Fakultas Kehutanan IPB.